DETAKPANTURA.COM — Wisata Penangkaran Buaya Blanakan, ikon konservasi satwa sekaligus destinasi edukasi unggulan di pesisir utara Subang, kini bagai bangunan mati yang perlahan ditinggalkan sejarah.
Fasilitas yang rusak parah memaksa Perhutani, selaku pengelola, menutup sementara lokasi ini dari kunjungan publik. Penutupan dilakukan demi alasan keselamatan, karena kerusakan sarana dan prasarana dianggap berisiko tinggi bagi pengunjung.
Kandang buaya yang aus, pagar pembatas yang nyaris roboh, serta kolam-kolam yang dipenuhi semak dan kotoran, mencerminkan kondisi mengenaskan yang kini menyelimuti kawasan ini. Bahkan, toilet, musala, dan saung-saung peneduh tampak terbengkalai, tak lagi layak pakai.
Perhutani memang berjanji akan melakukan pembenahan. Namun, hingga kini tak ada kepastian kapan upaya revitalisasi itu dimulai. Ketidakjelasan ini menambah kegelisahan warga sekitar, terutama para pedagang kecil yang hidup dari denyut ekonomi kawasan wisata.
“Sejak ditutup, pengunjung nggak ada. Kami pedagang jadi sepi pembeli, kadang dalam sehari nggak laku sama sekali,” keluh Siti, pedagang minuman yang biasa mangkal di pintu masuk.
Penangkaran Buaya Blanakan dulunya menjadi kebanggaan Subang utara, bukan sekadar tempat hiburan, tapi juga sarana edukasi tentang pentingnya pelestarian satwa liar.
Kini, harapan tinggal kenangan. Jika dibiarkan terus terbengkalai, tempat ini dikhawatirkan akan benar-benar mati—menyisakan puing sejarah yang kehilangan masa depan. (SZ)
Artikel ini ditayangkan secara otomatis setelah melalui proses penyuntingan dan verifikasi berdasarkan sumber yang tepercaya.
Validitas dan isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab redaksi detakpantura.com dan dapat diperbarui sewaktu-waktu sesuai perkembangan informasi.