Flor de la Mar, Simbol Keserakahan yang Karam

Sebagian besar hasil rampasan itu, berupa emas batangan, perhiasan, batu mulia, rempah-rempah, dan benda-benda mewah, dimuat ke dalam Flor de la Mar. Diperkirakan berat total muatannya mencapai lebih dari 60 ton, menjadikannya kapal dengan muatan harta karun terbesar dalam sejarah laut.

Namun, takdir berkata lain. Saat berlayar pulang ke Goa, India, Flor de la Mar dihantam badai hebat di perairan antara Malaka dan Sumatra. Kapal itu tenggelam, diduga sekitar akhir 1511 atau awal 1512. Tidak ada catatan pasti di mana kapal itu karam. Lokasinya masih jadi teka-teki hingga kini.

Sejak saat itu, Flor de la Mar menjadi incaran banyak ekspedisi. Nilai hartanya diperkirakan lebih dari 2 miliar dolar AS, setara Rp32 triliun jika dikonversi ke nilai hari ini. Tak heran, kapal ini disebut oleh National Geographic sebagai the richest shipwreck never found, bangkai kapal terkaya yang belum pernah ditemukan.

Pemerintah, peneliti, bahkan pemburu harta karun swasta dari berbagai negara telah berupaya melacak keberadaannya. Teknologi sonar, kapal selam mini, hingga penyelaman dalam dilakukan, namun semua berakhir dengan kegagalan.

Flor de la Mar bukan sekadar kisah kapal tenggelam. Ia adalah simbol sejarah kolonialisme awal yang rakus akan kekayaan Timur. Kapal ini tidak hanya membawa emas, tetapi juga membawa arogansi kekuasaan yang akhirnya dikubur oleh alam.

Dalam catatan sejarah maritim, Flor de la Mar menjadi ironi besar: kapal yang terlalu sarat akan harta duniawi hingga tak mampu bertahan dari amukan samudra. Seolah laut sendiri ingin menyembunyikan keserakahan manusia di kedalaman sunyi.

Sampai hari ini, nama Flor de la Mar masih disebut dalam daftar harta karun laut paling legendaris di dunia. Dan selagi ia masih tersembunyi di dasar laut, kisahnya akan terus hidup, menggoda para petualang, sejarawan, dan pemimpi yang percaya bahwa suatu hari nanti, harta itu akan ditemukan. (*)