DETAKPANTURA.COM — Bupati Pati, Sudewo, akhirnya memberikan pernyataan resmi menyikapi kericuhan yang terjadi antara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan massa aksi penolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kawasan Alun-alun Pati, Selasa (5/8).
Insiden tersebut viral di media sosial setelah Satpol PP membubarkan posko penggalangan dana yang didirikan oleh aliansi masyarakat sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan kenaikan PBB.
Menurut Sudewo, tindakan penertiban dilakukan sebagai bagian dari persiapan menjelang prosesi Kirab Boyongan, yang akan dilaksanakan pada Kamis (7/8) mendatang dalam rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Pati.
“Satpol PP hanya menjalankan tugas menjaga ketertiban menjelang pelaksanaan kirab boyongan dari Pondok Kemiri ke Pendopo Kabupaten. Sesuai peraturan daerah, lokasi tersebut memang tidak diperbolehkan untuk kegiatan seperti itu,” ujar Sudewo di sela kegiatan penyerahan bantuan modal kepada pelaku usaha di Pati, Selasa (6/8).
Meski begitu, Sudewo menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Pati tidak melarang masyarakat untuk menyampaikan aspirasi ataupun menggalang donasi, selama dilakukan secara tertib dan tidak melanggar aturan.
“Mengumpulkan dana silakan, menyampaikan pendapat juga silakan. Asalkan tertib dan tidak anarkis. Kritik dan masukan saya dengar. Niat saya tulus membangun Kabupaten Pati,” tegasnya.
Sebelumnya, kericuhan terjadi usai upaya dialog antara Satpol PP dan massa aksi memanas hingga berujung pembubaran paksa.
Aksi tersebut memicu reaksi keras dari massa yang mengecam penyitaan hasil donasi, hingga berujung pada pendudukan truk Satpol PP dan pelemparan kardus ke jalan.
Situasi makin tegang saat Plt Sekda Pati, Riyoso, turun langsung ke lokasi kejadian untuk meredakan suasana.
Kebijakan kenaikan PBB yang menjadi pemicu aksi protes diketahui mencapai sekitar 250 persen, yang dinilai membebani masyarakat, khususnya petani dan pemilik lahan di pedesaan.
Melalui keterangan resminya di laman Humas Kabupaten Pati, Sudewo menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan hasil koordinasi dengan para camat dan Paguyuban Kepala Desa (PASOPATI).
“Kami sudah berkoordinasi dengan para camat dan PASOPATI. Kenaikan sebesar 250 persen ini merupakan hasil kesepakatan bersama, mengingat tarif PBB di Pati tidak pernah disesuaikan selama 14 tahun terakhir,” jelasnya.
Kebijakan ini pun menuai kritik luas dari berbagai kalangan, yang menuntut pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan tarif PBB yang dianggap terlalu drastis. (*)
Artikel ini ditayangkan secara otomatis setelah melalui proses penyuntingan dan verifikasi berdasarkan sumber yang tepercaya.
Validitas dan isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab redaksi detakpantura.com dan dapat diperbarui sewaktu-waktu sesuai perkembangan informasi.