Di pesisir utara Jawa Barat, tepatnya di tanah Indramayu yang kaya akan budaya, lahirlah sebuah alunan musik rakyat yang begitu khas dan merakyat, Tarling. Nama “Tarling” sendiri merupakan singkatan dari dua alat musik utama yang mengiringi irama ini: gitar dan suling.
Dari alat sederhana itulah, lahir sebuah kesenian yang menjadi cermin jiwa masyarakat pesisir: lugas, jujur, penuh ekspresi, dan seringkali melankolis.
Tarling mulai tumbuh sekitar tahun 1930-an, sebagai bentuk hiburan masyarakat kampung.
Kala itu, seorang pengamen atau pemain tunggal memainkan gitar sambil bersenandung dalam bahasa daerah, mengalirkan cerita kehidupan sehari-hari: cinta, kerinduan, pengkhianatan, hingga sindiran sosial.
Tak lama, instrumen suling bambu ditambahkan, memperkaya nuansa dan menjadikan musik ini terasa lebih menyayat dan mendalam.
Indramayu menjadi salah satu wilayah yang sangat berperan dalam melestarikan dan mengembangkan Tarling. Masyarakat Indramayu tidak hanya mendengarkan, tetapi juga menghidupi tarling,.membawanya dalam pesta hajatan, acara adat, dan hiburan malam di kampung-kampung.
Seiring waktu, tarling berkembang menjadi orkes lengkap, dikenal sebagai Tarling Orkestra, bahkan masuk ke ranah rekaman dan pertunjukan panggung.
Masuk era 1980-an, tarling mulai berbaur dengan musik dangdut dan menghasilkan warna baru yang lebih modern dan enerjik: Tarling Dangdut.
Meski bertransformasi, liriknya tetap setia pada bahasa lokal Indramayu, menjadikannya sarana pelestarian bahasa dan budaya. Penyanyi-penyanyi seperti Tati Saleha, Uking Sukardi, dan Yoyo Suwaryo menjadi ikon penting dalam membawa tarling Indramayu ke publik yang lebih luas.
Kini, di tengah derasnya arus digital dan budaya populer, Tarling Indramayu tak pernah benar-benar mati. Justru lahir kembali dalam bentuk baru: konten YouTube, radio streaming, dan panggung seni budaya lokal.
Banyak anak muda mulai melirik tarling sebagai identitas lokal yang layak dijaga dan dibanggakan. Mereka merekam, mengaransemen ulang, dan memperkenalkan tarling ke generasi yang lebih luas.
Tarling Indramayu bukan sekadar musik, melainkan jiwa masyarakat pesisir—jujur, terbuka, dan penuh rasa. Ia tumbuh dari tanah rakyat dan akan selalu kembali ke hati rakyat. Selama ada yang ingin bersenandung dalam bahasa ibu, selama masih ada gitar dan suling yang berbunyi di senja kampung, tarling akan tetap hidup.***
Artikel ini ditayangkan secara otomatis setelah melalui proses penyuntingan dan verifikasi berdasarkan sumber yang tepercaya.
Validitas dan isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab redaksi detakpantura.com dan dapat diperbarui sewaktu-waktu sesuai perkembangan informasi.